SUAKA ELANG

Benua Asia dihuni oleh sekitar 90 spesies raptor dan sekitar 70 spesies raptor diurnal ini bisa ditemukan di Indonesia (Sukmantoro dkk. 200...

Benua Asia dihuni oleh sekitar 90 spesies raptor dan sekitar 70 spesies raptor diurnal ini bisa ditemukan di Indonesia (Sukmantoro dkk. 2007) Sekitar 10 spesies merupakan spesies yang endemik di Indonesia bahkan di antaranya sebagai spesies endemik pulau, seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Elang Sulawesi (Spizaetus lanceolatus) dan beberapa spesies lainnya. Semua spesies raptor diurnal dilindungi peraturan negara yaitu melalui undang-undang No. 5 tahun 1990, tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, serta PP 7 dan 8.

Dilihat dari penyebaran spesies raptor di Indonesia; 32 spesies memiliki penyebaran di Sumatera dan di pulau tersebut tidak memiliki spesies endemik raptor. Jawa memiliki 28 spesies raptor dimana satu spesies yaitu Elang Jawa merupakan spesies yang endemik. Kalimantan memiliki 27 spesies raptor dengan satu spesies Elangular Kinabalu (Spilornis kinabaluensis) adalah endemik pulau Kalimantan. 32 spesies juga terdistribusi di Sulawesi dimana 6 spesies diantaranya masuk dalam katagori endemik. Sedangkan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua berurut-turut memiliki jumlah spesies raptor adalah 21 spesies, 22 spesies dan 31 spesies, dimana Maluku memiliki 2 spesies endemik dan Nusa Tenggara hanya 1 endemik spesies yaitu Elang Flores (Spizaetus floris). Dilihat dari jumlah endemisitas raptor, Sulawesi yang memiliki jumlah raptor endemik terbanyak, apalagi pada saat Sikepmadu Sulawesi (Pernis celebensis) secara taksonomi terpisah dengan S. celebensis di Filipina (pemisahan secara taksonomi masih dalam proses), jumlah raptor endemik di pulau tersebut akan lebih banyak.

Ancaman utama kepada spesies raptor adalah hilangnya habitat dan perdagangan liar (Birdlife International 2006). Kedua faktor yang mengancam itu disamping disebabkan oleh desakan populasi manusia juga oleh tingkat kesadaran dan penegakan hukum yang lemah. Kecenderungan kepemilikan dan perdagangan satwa yang dilindungi termasuk burung pemangsa masih berlangsung. Keadaan ini membuat prihatin banyak pihak dan semakin mengancam populasi raptor di habitat alaminya.

Upaya membangun kesadaran ini bisa dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan, di antaranya melalui kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran spesies yang sudah direhabilitasi dan pendidikan lingkungan serta ekowisata terbatas melalui pengembangan Suaka raptor (sanctuary) ini dan kegiatan-kegiatan wisata yang memperkenalkan kekayaan alam (biodiversitas) TNGHS atau interpretasi alam. Suaka raptor ini diharapkan bisa berkontribusi langsung, khususnya pada upaya konservasi raptor dan umumnya semua potensi keaneragaman hayati yang ada di kawasan TNGHS.

Taman Nasional Gunung Halimun Salak

TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks hutan lindung dan hutan produksi terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan 113,357 ha. TNGHS terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Potensi keanekaragaman hayati di kawasan ini sangat tinggi serta memiliki populasi Elang jawa (Spizaetus bartelsi) terbesar di Pulau Jawa, bahkan di dunia yaitu sekitar 25-30 pasang, dan hampir semua spesies raptor yang ada di pulau Jawa dan Bali bisa ditemui di kawasan ini.

Suaka Elang

Suaka Elang merupakan salah satu bentuk usaha menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada, bertujuan untuk memperkenalkan masyarakat kepada alam dan meningkatkan kesadaran akan nilai penting sumber daya alam yang beragam dalam sebuah ekosistem kehidupan. Pengembangan Suaka Elang ini juga merupakan sebuah cara dalam menyebarkan informasi tentang usaha pelestarian dan perlindungan raptor pada suatu kawasan yang dilindungi atau kawasan-kawasan yang perlu dilindungi dengan menggunakan pendekatan pendidikan lingkungan dan wisata terbatas yang terintegrasi.

Suaka elang dibangun dari hasil pembentukan jaringan suaka elang yang tertuang dalam MoU Jaringan Suaka Elang yang ditandatangani oleh berbagai lembaga meliputi institusi pemerintah (Taman Nasional, BKSDA, Puslitbanghut, dan LIPI), LSM (RAIN, PILI-NGO Movement, Yayasan Cikananga, IAR Indonesia, RCS, dan Mata Elang) serta perusahaan (Chevron Geothermal Salak) sebagai pendiri (founding member).

Tujuan kemitraan Suaka Elang ini adalah untuk mendukung Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dalam upaya, khususnya mengkonservasi spesies raptor terancam punah seperti Elang Jawa dan jenis burung pemangsa lainnya, dan umumnya keragaman hayati yang ada di dan sekitar kawasan TN Halimun-Salak.

Ini adalah salah satu elang yang dalam penakaran

dibawah adalah foto saat kami berkunjung ke tempat suaka elang LOJI

nara sumber : SEVA NAZAR SETIADI (tenaga kontrak BTNGHS Resort Salak 1)

You Might Also Like

0 comments